Pada tanggal 2 Maret 1957, Letkol H.N.V. Sumual memproklamasikan perjuangan semesta di Makassar. Latar belakang peristiwa Permesta 1957-1958 antara lain karena ketidakpuasan bahwa pemerintah pusat tidak efisien, pembangunan macet dan keadaan ini telah menyuburkan komunisme.Dalam piagam Permesta, tujuan perjuangan di tingkat daerah khususnya dalam bidang pertahanan disebutkan bahwa (1) wilayah Indonesia bagian Timur sebagai lingkungan pertahanan militer tidak dapat dipisah-pisahkan dan memerlukan rencana jangka panjang dan jangka pendek yang serius, (2) dalam perjuangan membebaskan Irian Barat, wilayah Indonesia Timur mutlak merupakan basis militer dan politik psikologis. Sedangkan dalam bidang pemerintahan menyebutkan bahwa untuk kepentingan pembelaan dan praktisnya pembangunan, maka kepada empat provinsi yang ada dalam wilayah Indonesia bagian Timur harus segera diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Otonomi yang luas berarti buat daerah surplus, 70 persen pendapatan daerah dan 30 persen untuk pemerintah pusat. Untuk daerah minus 100 persen pendapatan daerah dan ditambah subsidi dari pemerintah pusat untuk pembangunan vital selama 25 tahun.
Menurut Harvey, selama Permesta muncul kembali gerakan sporadis dengan sebutan “Twa-Pro” di Minahasa. Twa Pro adalah sebutan provinsi kedua belas dari Negeri Belanda. Twa Pro ini merupakan partai politik di Minahasa yang selama masa Negara Indonesia Timur lebih menyukai masuk dalam uni Belanda sebagai provinsi kedua belas.Jika Presiden Soekarno menolak permintaan, maka Permesta siap mendirikan pemerintahan revolusioner. Munculnya gerakan Permesta ini mulai diincar Amerika Serikat. Sebab, untuk menghalau komunis di Indonesia, Amerika Serikat melalui CIA pernah memberi bantuan jutaan dolar untuk Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia). Tapi, yang memenangkan Pemilu 1955 adalah PNI dan PKI di Pulau Jawa.
Munculnya Permesta diharapkan Amerika sebagai jalan untuk menghalau pertumbuhan komunis. Dimulailah kontak-kontak pribadi dengan agen-agen pemerintah Amerika Serikat. Setelah deklarasi piagam permesta di Makassar, tanggal 15 Februari 1958 Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dideklarasikan di Padang, Sumatera Barat. Tujuannya untuk memakmurkan daerah secara ekonomi, sembari memotong pengaruh komunis yang mendominasi atmosfir politik di Jakarta dan Jawa. Tuntutan otonomi dan anti komunis ini menyatukan keduanya dalam sebuah front menghadapi Jakarta. Dalam pertemuan di Sungai Dareh, sekitar 109 kilo meter arah Timur, Padang, telah dilakukan pertemuan yang dihadiri Letkol Ahmad Hussein, Kolonel Simbolon, Letkol Ventje Sumual, Letkol Barlian, Kolonel Zulkifli Lubis, Sumitro Djojohadikusumo, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir dan Burhanuddin Harahap. Pertemuan itu mengamanatkan forum perwira pembangkang ini untuk aktif mencari senjata di luar negeri.. Presiden Amerika Eisenhower, Menteri Luar Negeri John Foster Dulles, dan Direktur Central Intelligence Agency (CIA) Allan Dulles yang mengatur keterlibatan dalam perjuangan PRRI/ Permesta.12 Sebelumnya, menurut Harvey (1989) John Dulles gelisah melihat PKI bertambah kuat di Indonesia dan khawatir Soekarno bersekutu dengan komunisme di dalam negeri dan secara internasional.
Kegelisahan Dulles sudah muncul sejak tahun 1953. Bahkan ketika mengirim Duta Besar Amerika di Jakarta, Hugh S. Cumming, Dulles memberi pengarahan:
“..... tentang suatu Indonesia yang secara teritorial dipersatukan, yang cenderung dan bergerak maju ke komunisme atau memecah-mecah negeri itu menjadi satuan-satuan berdasarkan geografi dan suku, saya lebih menyukai yang terakhir sebagai penyediaan suatu alat pendongkel yang pada hari kemudian dapat digunakan Amerika Serikat untuk membantu mereka melenyapkan komunisme bila diperlukan, dan pada akhirnya, jika mereka menghendaki demikian, kembali ke suatu Indonesia yang bersatu.”Awal tahun 1957,
Dulles kembali memberi instruksi kepada Duta Besar Amerika lainnya di Jakarta, John M. Allison.
“Jangan biarkan Soekarno sampai terikat kepada kaum komunis. Jangan biarkan dia menggunakan kekerasan melawan Belanda. Jangan dorong ekstremisme-nya.... Di atas segala-galanya, lakukan apa saja yang dapat Anda lakukan agar Sumatera (pulau penghasil minyak) tidak sampai jatuh ke tangan komunis.” Amerika menggunakan segala cara yang memungkinkan guna memperkuat dan mendorong tekad dan kebulatan kekuatan anti komunis di pulau-pulau luar Jawa, terutama Sumatera dan Sulawesi.
CIA memberikan senjata anti pesawat terbang, dua pesawat pengebom B-26, 20 teknisi untuk pengoperasian pesawat tempur. Selain itu, telah dibeli senjata bekas di Taiwan melalui seorang broker. Namun, dalam sebuah misi di Ambon, pesawat Pope, pilot yang dikirim CIA terkena tembakan dan jatuh. Terbongkarnya Pope merupakan akhir keterlibatan CIA dalam PRRI/Permesta.Peter Dale-Scott (1999) menguraikan bahwa tahun 1957-1958 CIA telah menginfiltrasikan senjata dan personil untuk mendukung pemberontakan PRRI/Permesta melawan Soekarno. Setelah gagalnya pemberontakan-pemberontakan yang disponsori CIA, Amerika Serikat mulai melaksanakan suatu program bantuan militer kepada Indonesia hingga mencapai US$ 20 juta setahun.Seorang veteran CIA menyatakan bahwa motif CIA dalam mendukung pemberontakan tahun 1958 bersifat untuk menekan Soekarno daripada untuk menggulingkannya, yaitu memanggang kaki Soekarno di atas api.Sebagaimana diungkap Scott (1999) anggota CIA Frank Wisner menyatakan secara lebih khusus lagi untuk meningkatkan ketergantungan Soekarno pada Angkatan Darat dibawah A.H. Nasution yang anti komunis.
Selain Dubes Amerika di Jakarta, Allison, telah menganjurkan kepada pemerintah Amerika Serikat agar memikat Soekarno dengan jalan menekan Belanda supaya merundingkan soal Papua Barat. Amerika juga mulai mendukung Indonesia di PBB. PBB mulai menangani penyelesaian krisis Papua Barat dengan damai bulan November 1959. Tahun 1961 telah dibentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti) untuk pembebasan Papua Barat.18 Akhir tahun 1961 terjadi krisis ekonomi dan Indonesia terperosok ke dalam hiper inflasi. Bulan November tahun 1962, IMF datang ke Jakarta untuk membahas usaha-usaha perbaikan ekonomi. Sesudah tahun 1962, ketika pemerintahan Kennedy, Amerika membantu TNI Angkatan Darat Indonesia dalam mengembangkan program misi civic-nya.
Tahun 1963, beberapa kebijakan Soekarno membuat rakyat semakin menderita dan hal ini menimbulkan protes, semisal pengurangan anggaran belanja, termasuk untuk militer. Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
- Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
- Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
- Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
- Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
- Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
- Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
- Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961. (Sumber)